Tiga Anak Walkot Bekasi Jadi Saksi Dugaan Suap Dipanggil KPK



TEROBOSHUKUM.CO.IDKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. KPK memanggil tiga anak Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi alias Pepen. Ketiganya bakal menjadi saksi meringankan untuk Pepen.

“Hari ini pemeriksaan saksi yang meringankan atas permintaan tersangka RE dalam perkara tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di pemerintahan Kota Bekasi, atas nama saksi Ramdhan Aditya, Irene Pusbandari, dan Reynaldi Aditama, anaknya Walkot Bekasi Rahmat Effendi,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (28/3/2022).

Sebelumnya, Pepen ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan serta pengadaan barang dan jasa. KPK juga mengamankan uang total Rp 5,7 miliar terkait kasus ini.

“Perlu diketahui, jumlah uang bukti kurang-lebih Rp 5,7 miliar dan sudah kita sita Rp 3 miliar berupa uang tunai dan Rp 2 miliar dalam buku tabungan,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (6/1).

Sebagai pemberi:
1. Ali Amril (AA) sebagai Direktur PT ME (MAM Energindo); 2. Lai Bui Min alias Anen (LBM) sebagai swasta; 3. Suryadi (SY) sebagai Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa); serta 4. Makhfud Saifudin (MS) sebagai Camat Rawalumbu.

Sebagai penerima: 5. Rahmat Effendi (RE) sebagai Wali Kota Bekasi; 6. M Bunyamin (MB) sebagai Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; 7. Mulyadi alias Bayong (MY) sebagai Lurah Jatisari; 8. Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna; dan 9. Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi.

Tersangka pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Proses hukum tersebut sebelum adanya keputusan yang tetap, Dalam proses perkara pidana, asas pradugatidak bersalah diartikan sebagai ketentuan yang menganggap seseorang yang menjalani proses pemidanaan tetap tidak bersalahsehingga harus dihormati hak-haknya sebagai warga negara sampai ada putusan pengadilan. (*)

 

Dilansir dari detikNews

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *