Indikasi Baperjakat Bayangan Ada di Pemkab Bekasi
|TEROBOSHUKUM.CO.ID – Kebijakan Bupati Bekasi Bekerja Bersama Untuk Bekasi Dua Kali Tambah Baik, dengan janji perubahan perbaikan, namun saat mutasi PNS/ASN menimbulkan indikasi mewariskan jejak transaksional jual beli jabatan di Pemkab Bekasi, menurut Bekasi Corruption Watch ( BCW ), Fajar R. SH. mengungkapkan, Senin ( 19/10/20 ).
Ia menilai, belum transparan mutasi pegawai yang dilakukan Bupati Bekasi pada hari jumat, 16 Oktober 2020 pada pukul 21.00 wib terkesan sangat tidak terencana, tergesa-gesa dan dipaksakan, padahal salah satu perubahan yang dijanjikan adalah perbaikan manajemen pegawai, Namun fakta berkata lain, tuturnya
Dari hasil investigasi BCW, informasi yang beredar indikasi Baperjakat Bayangan yang terdiri dari eselon empat di Bapenda berinisial RW, Pejabat eselon tiga di salah satu Bagian berinisial BS, dan pejabat eselon dua berinisial PS dan ES, informasi ini yang beredar, draft mutasi telah disusun jauh-jauh hari olehnya.
Ada apa dibalik itu sehingga mereka melakukan tugas diluar kewenangan yang dimilikinya, Bahkan Bupati memaksa Baperjakat melakukan pembahasan sebanyak 507 orang hanya dalam beberapa jam, sangat tidak rasional, kata dia.
Hingga dirinya menimbulkan pertanyaan, apakah baperjakat sesungguhnya hanya bertugas sebagai stempel yang mengesahkan Baperjakat bayangan? kalo memang itu yang terjadi, lantas perbaikan manajemen pegawai apa yang diharapkan?
Pada umumnya kepatutan mutasi dilakukan pada jam kerja bukan diluar jam kerja, sehingga undangan yang disebarpun cukup mepet dengan pelaksanaan mutasi, yang perlu dikhawatirkan apakah seluruh pegawai yang dimutasi PNS/ASN mengikuti acara pelantikan, sebab kalo mereka tidak mengikuti maka tidak sah duduk dalam jabatan dan batal demi hukum, jelasnya.
Dalam pelaksanaan mutasi kemarin, Bupati Bekasi untuk kedua kalinya ( 2x ) melanggar undang-undang no 23 Tahun 2014 dengan melantik Camat yang tidak memiliki ijazah pemerintahan atau diklat kepamongprajaan yaitu Parno Martono, Khoirudin dan Encun Sunarto, terangnya.
Belum terlupakan dalam ingatan camat yang dilantik sebelumnya juga tidak memiliki ijazah pemerintahan salah satunya encun sunarto yang sampai saat ini belum memiliki ijazah pemerintahan atau sertifikat kepamongprajaan, dan untuk kedua kalinya bupati melanggar ketentuan Undang-undang, padahal sanksinya jelas yaitu pencabutan/pembatalan Keputusan Mutasi, entah ada kepentingan apa? atau apa yang telah dilakukan sehingga semua seakan menjadi baik-baik saja dibalik narasi Bekasi 2X tambah baik, ujarnya.
Selanjutnya pelaksanaan mutasi dapat melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yaitu Sapto Noviantoro, Risna Ayu Pratiwi, Sugiarto, Edi Mulyadi, Muhamad Ali Imran dan Kulmant Zul Achsana yang belum tiga tahun di jabatan eselon empat tapi sudah dipromosikan sebagai pejabat eselon tiga hal itu bertentangan dengan pasal 54 PP 11 tahun 2017 yang memberikan syarat mutlak pengalaman jabatan eselon empat selama tiga tahun untuk diangkat sebagai pejabat eselon tiga, terangnya.
Indikasi tersebut memang sengaja disetting pembenarannya karena didalam Perbup no 44 Tahun 2020 tentang pedoman pola karir pegawai di lingkungan Kabupaten Bekasi, syarat pengalaman tiga tahun dibuat bukan syarat mutlak, tapi sebagai diutamakan, ucapnya.
Lantas timbul pertanyaan mengapa perbup tentang pola karir bertentangan dengan PP Nomor 11 Tahun 2017, kepentingan apakah yang ada dibaliknya? Yang lebih menakjubkan adalah pengangkatan Kulmant Zul Achsana sebagai kabid, padahal orang tersebut merupakan pegawai fungsional dan belum pernah menjabat sebagai eselon empat dan tidak pernah mengikuti diklat kepemimpinan tingkat empat, ada juga sangat luar biasa adalah pejabat eselon empat yaitu Dede Sutardi yang tidak pernah mengikuti diklat Pim 4 tetapi malah dipromosikan menjadi eselon tiga, imbuhnya
Ia menegaskan, pelaksanaan mutasi juga melanggar sistem merit, yaitu pegawai yang memiliki pangkat III/c sudah diangkat sebagai kepala Bidang, bahkan ada yang baru naik pangkat dari III/b ke III/c langsung dipromosikan sebagai pejabat eselon tiga, hasilnya pangkat kepala bidang lebih rendah dari pejabat dibawahnya, tegasnya
Apakah pegawai dengan pangkat III/d tidak ada yang kompeten untuk diangkat dalam jabatan eselon tiga. Prestasi apa yang telah diraih oleh pegawai tersebut sehingga dipromosikan menjadi eselon tiga? Sebab kalo tidak bisa dibuktikan, maka publik patut menduga motif transaksional dibalik pengangkatan pejabat tersebut. Bukan rahasia umum lagi, proses mutasi selalu meninggalkan jejak-jejak transaksional jual beli jabatan, mari kita cermati bersama dalam beberapa waktu kedepan bahkan kalo perlu di check transaksi keuangan para pejabat yang mendapatkan promosi jabatan baik sebagai eselon iga maupun eselon empat. Apakah ada aliran transaksi dalam jumlah besar yang tidak wajar?
Katanya janji perubahan perbaikan dalam manajemen pegawai, informasi menunjukan fakta sebaliknya, seluruh aturan ditabrak mulai dari proses yang tidak prosedural, melanggar aturan perundang-undangan dan mencederai sistem merit yang seharusnya ditegakkan. ( Abd ).